panorama

panorama

Tuesday, August 5, 2014

makalah SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
          Dengan semakin majunya zaman, seiring dengan perkembangan
teknologi yang semakin canggih, kebudayaan atau budaya Indonesia semakin tidak di perhatikan keberadaanya, bahkan belakangan ini banyak sekali budaya Indonesia yang diklaim oleh pihak lain, dan mungkin mereka lebih peduli daripada kita yang memilikinya.
          Indonesia adalah Negara yang kaya, subur dan seharusnya juga makmur. Tapi apa yang terjadi?. Sedikit mengenai Sistem Sosial dan Budaya di Indonesia, dalam kurun waktu yang singkat ini banyak penyimpangan-penyimpangan dari Sistem Sosial dan Budaya itu sendiri, bukan orang lain yang melakukannya, dan anehnya itu dilakukan oleh kita sendiri sebagai bangsa Indonesia yang seharusnya menjaga nilai-nilai kebudayaan tersebut.
          Jika hal ini dibiarkan berlanjut, maka Negara Indonesia akan hilang jatidirinya sebagai Negara pancasila. Oleh karena itu, pentingnya kita mengetahui tentang sistem sosial dan budaya Indonesia menjadi pokok bahasan dalam penyusunan makalah ini.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1   PENGERTIAN SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
1)    Pengertian Sistem

        Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
          Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.
          Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka.







2)    Pengertian Sistem Sosial
          Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan SISTEM SOSIAL.
          Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
          Menurut Garna(1994),“sistem sosial adalah suatu perangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma dan tujuan yang bersama”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya ialah suatu sistem dari tindakan-tindakan. Seperti yang diungkapkan oleh Parsons(1951), “Sistem sosial merupakan proses interaksi di antara pelaku sosial”.

3)    Pengertian Sistem Budaya
         Dalam pergaulan sehari-hari kita menemukan istilah mentalitas. Mentalitas adalah kemampuan rohani yang ada dalam diri seseorang, yang menuntun tingkah laku serta tindakan dalam hidupnya. Pantulan dalam tingkah laku itu menciptakan sikap tertentu terhadap hal-hal serta orang-orang di sekitarnya. Sikap mental ini sebenarnya sama saja dengan sistem nilai budaya (culture value system) dan sikap (attitude).
          Sistem nilai budaya (atau suatu sistem budaya) adalah rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar suatu warga masyarakat. Hal itu menyangkut apa dianggapnya penting dan bernilai. Maka dari itu suatu sistem nilai budaya merupakan bagian dari kebudayaan yang memberikan arah serta dorongan pada perilaku manusia. Sistem tersebut merupakan konsep abstrak, tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena itu konsep tersebut biasanya hanya dirasakan saja, tidak dirumuskan dengan tegas oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Itu lah juga sebabnya mengapa konsep tersebut sering sangat mendarah daging, sulit diubah apalagi diganti oleh konsep yang baru.
          Bila sistem nilai budaya tadi memberi arah pada perilaku dan tindakan manusia, maka pedomannya tegas dan konkret. Hal itu nampak dalam norma-norma, hukum serta aturan-aturan. Norma-norma dan sebagainya itu seharusnya bersumber pada, dijiwai oleh serta merincikan sistem nilai budaya tersebut.
          Konsep sikap bukanlah bagian dari kebudayaan. Sikap merupakan daya dorong dalam diri seorang individu untuk bereaksi terhadap seluruh lingkungannya. Bagaimana pun juga harus dikatakan bahwa sikap seseorang itu dipengaruhi oleh kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu yang bersangkutan.
          Dengan kata lain, sikap individu yang tertentu biasanya ditentukan keadaan fisik dan psikisnya serta norma-norma dan konsep-konsep nilai budaya yang dianutnya. Namun demikian harus pula dikatakan bahwa dalam pengamatan tentang sikap-sikap seseorang sulitlah menunjukkan ciri-cirinya dengan tepat dan pasti. Itulah juga sebabnya mengapa tidak dapat menggeneralisasi sikap sekelompok warga masyarakat dengan bertolak (hanya) dari asumsi yang umum saja.

4)    Pengertian Sistem Sosial Budaya
            Dari penjelasan di atas mengenai pengertian sistem, sistem sosial dan sistem budaya dapat dinyatakan secara sederhana dalam arti luas bahwa pengertian Sistem Sosial Budaya yaitu suatu keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai, tata sosial dan tata laku manusia yang saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri serta bersama sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat.”



5)    Pengertian Sistem Sosial Budaya Indonesia
         Istilah sosial budaya merupakan bentuk gabungan dari istilah soial dan budaya. Sosial dalam arti masyarakat, budaya atau kebudayaan dalam arti sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Sosial budaya dalam arti luas mencakup segala aspek kehidupan. Karena itu, atas dasar landasan pemikiran tersebut maka pengertian sistem sosial budaya Indonesia dapat dirumuskan sebagai totalitas tata nilai, tata sosial dan tata laku manusia Indonesia yang merupakan manifestasi dari karya, rasa dan cipta didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
          Dengan demikian, sistem sosial budaya Indonesia memungkinkan setiap manusia mengembangkan dirinya dan mencapai kesejahteraan lahir batinnya selengkap mungkin secara merdeka sesuai dengan kata hatinya dalam kerangka pola berpikir dan bertindak yang berdasarkan pancasila.
          Struktur sistem sosial budaya Indonesia dapat merujuk pada nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila yang terdiri atas:

a)    Tata nilai
          Struktur tata nilai kehidupan pribadi atau keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara meliputi berikut ini.
  Nilai Agama
  Nilai moral
   Nilai vital
  Nilai material ( raga)
b)    Tata Sosial Tata sosial indonesia harus berdasarkan :
  UUD 1945
  Peraturan perundang-undangan lainnya
  Budi pekerti yang luhur dan cita-cita moral rakyat yang luhur
c)    Tata laku ( Karya )
          Tata laku pribadi atau keluarga, masyarakat bangsa dan Negara harus berpedoman pada ;
  Norma Agama
  Norma Kesusilaan/kesopanan
   Norma Adat istiadat
  Norma Hukum setempat
  Norma Hukum Nega

2.2 PENDEKATAN TEORITIS YANG HARUS DIKUASAI UNTUK LEBIH MEMAHAMI SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
Untuk lebih memahami sistem sosial dan budaya Indonesia diperlukan penguasaan teori karena fungsi teori adalah memberi makna terhadap realitas sosial. Pendekatan teoritis yang harus dikuasai adalah Pendekatan Struktur Fungsional dan Pendekatan Konflik.
1.    Pendekatan Struktur Fungsional
      Sudut pendekatan tersebut menganggap bahwa masyarakat pada dasarnya terintegrasi di atas dasar kata sepakat para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu (General agreements). Kesepakatan tersebut memiliki daya mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan diantara para anggota masyarakat dan memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk equilibrium (seimbang).
                   Aliran pemikiran tersebut dianggap sebagai:
         Integration approach
         order approach
         equilibrium approach
         structural-functional approach (teori-teori fungsional struktural)
Berikut sejumlah anggapan dasar pendekatan fungsionalisme struktural yang telah dikembangkan oleh Talcott Parsons :
      •  Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain
      • Hubungan pengaruh-mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik 
      • Sistem sosial cenderung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis, meskipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna 
      • Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan senantiasa terjadi, akan tetapi dalam jangka yang panjang. akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi. Integrasi sosial pada tingkatnya yang sempurna tidak akan pernah tercapai, tetapi setiap sistem sosial akan berproses ke arah itu 
      • Perubahan-perubahan di dalam sistem sosial umumnya terjadi secara gradual. sesuai keadaan Indonesia
      •  Pada dasarnya, perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui 3 macam kemungkinan:
        • Perubahan yang datang dari luar,
        • Pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional 
        • Penemuan-penemuan baru oleh anggota masyarakat
Sistem sosial pada dasarnya tidak lain adalah suatu sistem daripada tindakan-tindakan. Norma-norma sosial itulah yang sesungguhnya membentuk struktur sosial. Dua macam mekanisme sosial yang paling penting adalah mekanisme sosialisasi dan pengawasan sosial.
      David Lockwood, menegaskan kepada kita kenyataan bahwa, setiap situasi sosial yang senantiasa mengandung didalam dirinya ada dua hal, yaitu tata tertib sosial yang bersifat normatif, dan substratum (disposisi-disposisi bagi yang mengakibatkan timbulnya perbedaan dan kepentingan yang tidak bersifat normatif) yang melahirkan konflik-konflikpendekatan fungsionalisme struktural menganggap bahwa disfungsi ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan sosial mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan kemasyarakatan dalam bentuk tumbuhnya diferensiasi sosial yang semakin kompleks, akibat pengaruh faktor-faktor yang datang dari luar.
                                                                                                                       
Anggapan semacam itu mengabaikan kenyataan-kenyataan berikut:
1)    Struktur sosial mengandung konflik-konflik dan kontradiksi-kontradiksi yang bersifat internal
2)    Reaksi dari suatu sistem sosial terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar tidak selalu bersifat adjustive
3)    Sistem sosial dapat mengalami konflik-konflik sosial yang bersifat vicious circle
4)    Perubahan sosial tidak selalu terjadi secara gradual
      Pendekatan fungsionalisme struktural dipandang oleh banyak ahli sosiologi sebagai pendekatan yang bersifat reaksioner, oleh karenanya, dianggap kurang mampu menganalisa masalah-masalah perubahan kemasyarakatan.
2.    Pendekatan konflik
       Pendekatan konflik memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanyakonflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.
       Pendekatan konflik berpangkal pada anggapan-anggapan dasar berikut:
      •   Setiap masyarakat senantiasa berada didalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir. perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat
      • Konflik adalah merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat
      • Setiap unsur didalam suatu masyarakat memberikan sumbangan terhadap terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial 
      • Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang atas sejumlah orang-orang yang lain
      Pembagian kewenangan (otoritas) secara tidak merata mengakibatkan dua macam kategori sosial, yaitu mereka yang memiliki otoritas dan mereka yang tidak memiliki otoritas. Dalam setiap masyarakat selalu terdapat konflik antara kepentingan dari mereka yang memiliki kekuasaan otoriatif. Pengertian lebih bersifat gejala teoritis daripada sebagai kenyataan bersifat empiris. Karena kepentingan-kepentingan yang tidak selalu disadari adanya, maka disebut kepentingan-kepentingan yang bersifat laten, sementara mereka yang mempunyai disebut kelompok semu.
      Kelompok semu tidak memiliki struktur hubungan sosial, tetapi anggotanya memiliki kepentingan dan mode tingkah leku yang sama, yang dapat berkembang menjadi kelompok. dengan demikian, kelompok semu merupakan sumber dari mana para anggota kelompok kepentingan berasal. Kelompok kepentingan berkenaan dengan perkumpulan-perkumpulan yang bersifat politis.
      Dahrendorf menyebutkan tiga macam prasyarat yang bersifat kondisional, yang memungkinkan kelompok semu dapat terorganisir ke dalam bentuk kelompok kepentingan.
1)    Kondisi-kondisi teknis dari suatu organisasi. munculnya sejumlah orang-orang tertentu yang mampu merumuskan dan mengorganisir latent interest dari suatu kelompok semu menjadi manifest interest berupa kebutuhan yang secara sadar ingin dicapai orang
2)    Kondisi-kondisi politis dari suatu organisasi. ialah ada tidaknya kebebasan politik untuk berorganisasi yang diberikan oleh masyarakat
3)    Kondisi-kondisi sosial bagi suatu organisasi. yakni adanya sistem komunikasi yang memungkinkan para anggota dari kelompok semu berkomunikasi satu sama lain dengan mudah.
      Sebagaimana kita ketahui, konflik timbul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa setiap masyarakat selalu terdapat distribusi otoritas yang terbatas. konsekuensinya, bertambahnya otoritas pada satu pihak, serta merta berkurangnya otoritas pada pihak lain. Konflik merupakan gejala kemasyarakatan yang akan senantiasa melekat dalam kehidupan setiap masyarakat dan tidak mungkin dihilangkan.
Bentuk pengendalian konflik:
1)    Konsiliasi (Conciliation)
      Suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan diantara pihak-pihak yang berkonflik.
Lembaga-lembaga bersifat efektif jika:
      •  Lembaga-lembaga tersebut bersifat otonom tanpa campur tangan dari badan lain yang ada di luarnya
      • Kedudukan lembaga-lembaga tersebut di dalam masyarakat bersifat monopolistis 
      • Peranan lembaga-lembaga harus sedemikian rupa, sehingga berbagai kelompok kepentingan yang berlawanan merasa terikat kepada lembaga, sementara keputusan-keputusannya mengikat kelompok-kelompok tersebut  
      • Lembaga harus bersifat demokratis
      Kesemuanya hanya mungkin diselenggarakan apabila kelompok yang saling bertentangan memenuhi 3 prasyarat berikut:
        •  Masing-masing kelompok harus menyadari situasi konflik diantara mereka, maka dari itu perlu dilaksanakan prinsip-prinsip keadilan secara jujur bagi semua pihak  
        • Pengendalian konflik-konflik dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang saling bertentangan terorganisir dengan jelas
        • Setiap kelompok harus mematuhi aturan permainan
2)    Mediasi (Mediation)
      Dimana kedua belah pihak yang bersengketa sepakat menunjuk pihak ketiga untuk memberikan nasihat-nasihat penyelesaian konflik. Tujuannya untuk mengurangi irasionalitas yang biasanya timbul dalam konflik, memungkinkan pihak-pihak yang bertentangan menarik diri tanpa harus malu, dan mengurangi pemborosan yang dikeluarkan untuk membiayai pertentangan.
3)    Arbitrasi (Arbitration)
Dimana kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan-kepurusan tertentu untuk menyelesaikan konflik mereka.
      Jika pengendalian konflik efektif, maka konflik akan menjadi kekuatan pendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial yang terus berlanjut.







2.3 UNSUR-UNSUR SOSIAL BUDAYA
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o alat-alat teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi ekonomi
o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o organisasi kekuatan (politik)
2.4 INTERAKSI
Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek memengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru yang mengejutkan. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda.
2.5 INTEGRASI
ntegrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
• Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
• Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
• Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
• Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial



BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Suatu sistem sosial pada dasarnya tiada lain adalah suatu sistem daripada tindakan-tindakan.Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi diantara berbagai individu yang tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan berkembang di atas standar penilaian umum yang disepakati bersama oleh para anggota masyarakat.
Adapun standar penilaian umum tersebut adalah ada yang dikenal sebagai norma-norma sosial.Norma-norma sosial itulah yang sesungguhnya membentuk struktur sosial.

3.2 SARAN
Saya menyarankan,agar sidang pembaca dapat meluruskan atau pun menambahkan beberapa pendapat yang diharapkan dapat memperluas penafsiran atas makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://purnamasan.multiply.com/journal/item/4?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem.
Nasikun (1992), Sistem Sosial Indonesia, Penerbit CV. Rajawali, Jakarta.
atang M. Amirin (1986), Pokok pokok Teori Sistem, Penrbit C.V. Rajawali, Jakarta.
Sritua Arif dan Adi Sasono (1981), Indonesia Ketergantungan dan keterbelakangan, Lembaga Studi Pembangunan.
http://aliciakomputer.blogspot.com/2009/03/sistem-sosial-budaya-indonesia.html
http://aswirjunior.blogspot.com/2012/03/makalah-sistem-sosial-budaya.html
http://rian-dnino.blogspot.com/2011/06/makalah-sistem-sosial-budaya-indonesia.html

No comments:

Post a Comment