KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“
PARTISIPASI MESYARAKAT DALAM ADMINISTRASI PEMBANGUNAN”
Dan juga kami
berterima kasih pada Bapak Dr.H.Hardjoko
Sangganegara,M.Pd selaku Dosen mata kuliah Adminisrtasi Pembangunan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam kesuksesan
suatu pembangunan.
Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh
dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Bandung, Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar 1
Daftar
Isi 2
Bab
1 Pendahuluan 3
1.1
Latar Belakang 3
1.2
Tujuan Penulisan 3
Bab
2 Pembahasan 4
2.1 Partisipasi Masyarakat
4
2.2 Good Governance 7
2.3 Administrasi Pembangunan 9
2.3.1 Ciri –Ciri Administrasi
Pembangunan 10
2.3.2 Ruang Lingkup 11
2.3.3 Fungsi dan Peran Pemerintah
dalam Pembangunan 11
2.4 Pengawasan 12
2.4.1 Konteks-konteks dalam
pengawasan 13
2.4.2 Jenis-jenis Pengawasan 14
2.4.3 Tujuan Pengawasan 15
Bab 3 Penutupan 16
3.1 Kesimpulan 17
3.2 Saran 17
Daftar Pustaka 17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa
ini sering terjadi pembangunan yang tidak sesuai dengan arah yang telah
direncanakan sebelumnya, seperti terjadinya penyelewengan dana pembangunan,
pengurangan kualitas hasil pembangunan, dan juga sering terjadi konflik sosial
antara aparatur pemerintahan dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya pelibatan masyarakat oleh pemerintah dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan dalam suatu pembangunan.
Pembangunan tidak akan berjalan dengan efektif tanpa
adanya partisipasi masyrakat. Partisipasi masyarakat sangat penting peranannya
dalam proses pembangunan di wilayahnya sendiri. Partisipasi masyarakat ati
berbentuk partisipasi dalam pembangunan infrastruktur atau maintenance-nya; partisipasi dalam proses politik; melakukan
pengawasan saat pemerintah merumuskan dan melaksanakan kebijakan ating.
Penyertaan peran masyarakat dalam sistem pemerintahan akan menimbulkan
sinergisitas yang sempurna untuk menciptakan good governance yang menginginkan adanya kerjasama dan partisipasi
sempurna dari 3 aktor utama di ating, yaitu pemerintah atau government, pihak swasta atau privat, dan masyarakat atau civil society. Sinergitas ketiga elemen
ini sangat penting agar terjadi proses pembuatan kebijakan ating yang
berkeadilan dan pembangunan nasional yang merata.
Pelibatan masyarakat sebagai shareholder dan stakeholder dalam
proses perumusan kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasinya adalah hal mutlak yang
harus terjadi agar good governance dapat
benar-benar ditegakkan. Jika dalam pelakasanaannya pemerintah tidak menerapkan
nilai dasar good governance yaitu
melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses kenegaraan, maka yang akan
terjadi adalah proses pembangunan yang tidak berkeadilan dan akan menumbuhkan
konflik.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu
1. Mengetahui
bentuk partisipasi dan pengawasan masyarakat dalam pembangunan
2. Mengetahui
pentingnya partisipasi dan pengawasan masyarakat bagi pembangunan
BAB
2
PEMBAHASAN
2.4.
Partisipasi
masyarakat
Istilah partisipasi berasal dari
bahasa asing yang artinya mengikutsertakan pihak lain. Beberapa definisi lain
mengenai partisipasi adalah :
·
Santoso
Sastropoetro mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan
spontan dengan kesadaran disertai tanggung-jawab tehadap kepentingan kelompok
untuk mencapai tujuan bersama.[1]
·
Alastraire
White mendefinisikan partisipasi sebagai
keterlibatan komuniti setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau
pelaksananaannya terhadap proyek-proyek pembangunan.[2]
·
Allport
mengemukakan bahwa seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami
keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam
pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya juga berarti
keterlibatan pikiran dan perasaannya.[3]
·
Keith Davis
mengemukakan
definisi partisipasi sebagai
“Mental
and emotional involvement of a person in a group situation which encourages him
to contribute to group goals and share responsibility in them”.
Menurut
Davis, partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang di
dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada
tujuan kelompok atau berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan tersebut.[4]
Selain itu, Keith Davis juga
melengkapi definisinya mengenai partisipasi dengan mengemukakan gagasan lain
tentang partisipasi.
There are three ideas
in this definition which are important to managers who will practice the art of
participation, most of them do agree on the importance of these three ideas”.
Di
dalamnya terdapat tiga buah gagasan yang penting artinya bagi para manajer atau
pemimpin yang hendak menerapkan seni partisipasi dan kebanyakan dari mereka
sependapat dengan tiga buah gagasan tersebut.
Dari
beberapa definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa partisipasi memiliki tiga
gagasan penting, yakni keterlibatan, kontribusi, dan tanggung jawab.
1.
Keterlibatan
mental dan emosional/inisiatif.
Keterlibatan
ini bersifat psikologis daripada fisik. Seseorang dalam berpartisipasi lebih
terlibat egonya daripada terlibat tugas.[5]
2. Motivasi
kontribusi
Unsur kedua adalah
kesediaan menyalurkan sumber inisiatif dan kreatifitasnya untuk mencapai tujuan
kelompok.[6]
3. Tanggung
jawab
Partisipasi mendorong
orang-orang untuk menerima tanggung jawab dalam aktivitas kelompok. Ini juga
merupakan proses sosial yang melaluinya orang-orang menjadi terlibat sendiri
dalam organisasi dan ingin mewujudkan keberhasilannya. Pada saat orang-orang
ingin menerima tanggung jawab aktivitas kelompok, orang-orang tersebut melihat
adanya peluang untuk melakukan hal-hal yang diinginkan, yaitu merasa
bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaannya. Gagasan tentang upaya menimbulkan
kerja tim dalam kelompok ini merupakan langkah utama mengembangkan kelompok
untuk menjadi unit kerja yang berhasil. Jika orang ingin melakukan sesuatu,
orang tersebut akan menemukan cara melakukannya.[7]
Menurut
Keith Davis, partisipasi
memiliki beberapa bentuk dan jenis, antara lain :
1. Bentuk Partisipasi
·
Konsultasi,
biasanya dalam bentuk jasa.
·
Sumbangan
spontan berupa uang dan barang.
·
Mendirikan
proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan individu
atau instansi yang berada di luar lingkungan tertentu.
·
Sumbangan
dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat.
·
Aksi massa.
·
Mengadakan
pembangunan di kalangan keluarga desa sendiri.
·
Membangun
proyek komuniti yang bersifat otonom.
2.
Jenis-jenis partisipasi
·
Pikiran (psychological participation).
·
Tenaga (physical participation).
·
Pikiran
dan tenaga (psychological dan physical participation).
·
Keahlian ( participation with skill).
·
Barang (material participation).
·
Uang (money participation).
Partisipasi
buah pikiran
Partisipasi ini diwujudkan
dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang
diikutinya. Sumbangan pemikiran yang diarahkan pada penataan cara pelayanan
dari lembaga/badan yang ada, sehingga mampu berfungsi sosial secara aktif dalam
penentuan kebutuhan anggota masyarakat.
2. Partisipasi tenaga
Partisipasi jenis ini
diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat
menunjang keberhasilan dari suatu kegiatan.
3. Partisipasi keterampilan
Jenis keterampilan ini
adalah memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya pada anggota
masyarakat lain yang membutuhkannya. Kegiatan ini biasanya diadakan dalam
bentuk latihan bagi anggota masyarakat. Partisipasi ini umumnya bersifat
membina masyarakat agar dapat memiliki kemampuan memenuhi kebutuhannya.
4. Partisipasi
uang (materi)
Partisipasi ini adalah
untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang
memerlukan bantuan.
5. Partisipasi
harta benda
Diberikan dalam bentuk
menyumbangkan harta benda, biasanya berupa perkakas, alat-alat kerja bagi yang
dijangkau oleh badan pelayanan tersebut.
Terdapat beberapa pakar yang
mendefinisikan partisipasi masyarakat. Beberapa definisi tersebut adalah
sebagai berikut:
·
Canter mendefinisikan partispasi
masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang berlangsung terus-menerus
untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses
kegiatan, dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisis
oleh badan yang berwenang.[9]
·
Goulet mendefinisikan partisipasi
masyarakat sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok, yaitu
kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan
(non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan
(elite).[10]
·
Wingert merinci partisipasi atau peran
serta masyarakat menjadi beberapa paham sebagai berikut:
a. Partisipasi
masyarakat sebagai suatu kebijakan
Penganut paham ini
berpendapat bahwa partisipasi masyarakat merupakan suatu kebijakan yang tepat
dan baik untuk dilaksanakan. Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa
masyarakat yang potensial dikorbankan dan terkorbankan oleh suatu proyek
pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan.
b. Partisipasi
masyarakat sebagai strategi
Penganut paham ini
mengendalikan bahwa partisipasi masyarakat merupakan strategi untuk mendapatkan
dukungan masyarakat. Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila
masyarakat merasa memilki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian
masyarakat kepada tiap tingkatan pengambilan keputusan didomentasikan dengan
baik, maka keputusan tersebut akan memilki kredibilitas.
c. Partisipasi
masyarakat sebagai alat komunikasi
Partisipasi masyarakat
didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam
proses pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa
pemerintah dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga pandangan dan
preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai guna
mewujudkan keputusan yang responsive.
d.
Partispasi
masyarakat sebagai alat penyelesaian sengketa
Partisipasi
masyarakat didayagunakan sebagai suatu cara untuk mengurangi konflik melalui
usaha pencapaian konsensus dari pendapat yang ada. Asumsi yang melandasi paham
ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat meningkatkan pengertian dan
toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan dan kerancuan.
e. Partisipasi
masyarakat sebagai terapi
Menurut paham ini,
peran masyarakat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah psikologis
masyarakat seperti halnya ketidakberdayaan, tidak percaya diri, dan perasaan
bahwa diri mereka bukan komponen penting di dalam masyarakat.[11]
Perlunya partisipasi masyarakat juga
diungkapkan oleh Koeshadi Hardjasoemantri, bahwa selain untuk memberikan
informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, partisipasi masyrakat
akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.
Selanjutnya, partisipasi masyarakat akan membantu perlindungan hukum.[12]
2.2 Teori
Good Governance
Tata
kelola kepemerintahan yang baik (good governance)
merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam
ilmu politik dan administrasi publik. Konsep ini lahir sejalan dengan
konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat,
hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir
dasawarsa yang lalu, konsep good
governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sektor publik. Di
dalam disiplin atau profesi manajemen publik konsep ini dipandang sebagai suatu
aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi publik. Paradigma baru ini
menekankan pada peranan manajer publik agar memberikan pelayanan yang
berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial
terutama mengurangi campur tangan kontrol yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
transparansi, akuntabilitas publik, dan menciptakan pengelolaan manajerial yang
bersih bebas dari korupsi (Thoha, 2004: 78).
Sejumlah
perspektif muncul dari paradigma baru ini dan mendorong ramainya diskusi dan
perdebatan di arena politik dan akademisi. Di antara perspektif yang berkaitan dengan struktur
pemerintahan yang timbul antara lain (Thoha, 2004: 78):
a. Hubungan
antara pemerintah dengan pasar.
b. Hubungan
antara pemerintah dengan rakyatnya.
c. Hubungan
antara pemerintah dengan organisasi vo¬luntary dan sektor privat.
d. Hubungan antara
pejabat-pejabat yang dipilih (politisi) dan pejabat-pejabat yang diangkat
(pejabat birokrat).
e. Hubungan antara
lembaga pemerintahan daerah dengan penduduk perkotaan dan pedesaan.
f. Hubungan
antara legislatif dan eksekutif.
g. Hubungan
pemerintah nasional dengan lembaga-lembaga internasional.
Dalam menganalisis perspektif ini banyak para praktisi
dan teoretisi dalam bidang administrasi publik merumuskan berbagai prosedur dan
proses yang bisa dipergunakan untuk mencapai dan mengidentifikasikan
prinsip-prinsip dan asumsi-asumsi dari tata kepemerintahan yang baik. Sementara
itu negara donor dan lembaga-lembaga multilateral telah mengambil peran yang
mengemuka (a leading role) dalam
merumuskan good governance. Salah satunya ialah United Nations Development
Programme (UNDP).
UNDP merumuskan istilah governance sebagai suatu exercise
dari kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi untuk menata, mengatur dan
mengelola masalah-masalah sosialnya (UNDP, 1997) Istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur
ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya
dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi,
dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian jelas sekali, kemampuan
suatu negara mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada
kualitas tata kelola intahannya di mana pemerintah melakukan interaksi dengan
organisasi-organisasi komersial dan civil
society.
Karim (2003: 45) menyatakan ada 5 prinsip good governance, yaitu transparansi,
kesetaraan, daya tanggap, akuntabilitas, dan pengawasan.
Kunci utama memahami good
governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman
atas prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini
didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
a. Partisipasi masyarakat: semua warga masyarakat
mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun
melalui lembagalembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka.
Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat, serta kepastian untuk berpartisipasi secara konstruktif.
b. Tegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil
dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang
menyangkut hak asasi manusia.
c. Transparasi: transparansi dibangun atas dasar
informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi
perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang
tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
d. Peduli dan stakeholder:
lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani semua
pihak yang berkepentingan.
e. Berorientas pada konsensus: tata kelola pemerintahan
yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya
suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok
masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur.
f. Kesetaraan: semua warga masyarakat mempunyai
kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
g. Efektifitas dan efisiensi: proses-proses pemerintahan
dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan
dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
h. Akuntabilitas: para pengambil keputusan di pemerintah,
sektor swasta, dan organisasi masyarakat bertanggungjawab, baik kepada
masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.
i. Visi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki
perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk
mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar
bagi perspektif tersebut.
2.3 Teori Administrasi Pembangunan
Administrasi
pembangunan mencangkup dua pengertian, yaitu administrasi dan pembangunan.
Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan keputusan – keputusan yang
telah diambil dan diselenggarakan oleh dua atau lebih untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan pembangunan didefinisikan sebagai
rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar
yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa (nation-building).[13]
Ada beberapa pengertian administrasi pembangunan menurut para ahli.
Hiram
S. Phillips mendefinisikan administrasi pembangunan sebagai rather than the
traditional term of public administration to indicate the need for a dynamic
process designed particularly to meet requirements of social and economic
changes.[14]
Pernyataan ini diartikan sebagai lebih baik dari pada masa tradisional
administrasi publik untuk menunjukkan kebutuhan untuk suatu proses dinamis yang
didesain secara khusus untuk mendapatkan syarat perubahan sosial dan ekonomi.
Paul
Meadows mendefinisikan administrasi pembangunan sebagai development
administration can be regarded as the public management of economic and social
change in term of deliberate public policy. The development administrator is
concerned with guiding change.[15]
Pernyataan ini diartikan sebagai administrasi pembangunan dapat dipandang
sebagai manajemen publik perubahan ekonomi dan sosial yang disengaja dalam masa
kebijakan publik. Administrator pembangunan dapat memfokuskan pada perubahan terarah.
2.3.1
Ciri – Ciri Administrasi Pembangunan
Ada
beberapa ciri administrasi pembangunan menurut Irving Swerdlow[16]
dan Saul M. Katz[17].
Pertama, adanya suatu orientasi administrasi untuk mendukung
pembangunan. Administrasi bagi perubahan – perubahan ke arah keadaan yang
dianggap lebih baik. Keadaan yang lebih baik ini bagi negara – negara baru
berkembang dinyatakan dengan usaha ke arah modernisasi, atau pembangunan bangsa
atau pembangunan sosial ekonomi. Di dalam administrasi pembangunan, diberikan
uraian mengenai saling kait – berkaitnya administrasi dengan aspek – aspek pembangunan di bidang politik, ekonomi,
sosial-budaya, dan lain – lain. Kedua, adanya peran administrator
sebagai unsur pembangunan. Peranan serta fungsi pemerintah sangat erat kaitannya dengan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan. Administrator juga dapat menciptakan suatu sistem dan
praktek administrasi yang membina partisipasi dalam pembangunan. Ketiga,
perkembangan, baik dalam ilmu maupun pelaksanaan perencana pembangunan terdapat
orientasi yang semakin besar memberikan perhatian terhadap aspek pelaksanaan
rencana. Suatu perencanaan yang berorientasi pada pelaksanaannya akan lebih
banyak memperhatikan aspek administrasi dalam aspek pembangunannya. Keempat,
administrasi pembangunan masih berdasarkan pada prinsip – prinsip administrasi
negara. Namun, administrasi pembangunan memiliki ciri – ciri yang lebih maju
daripada administrasi negara.
Sondang
P. Siagian juga merumuskan ciri – ciri administrasi pembangunan[18]. Pertama,
Administasi pembangunan lebih memberikan perhatian terhadap lingkungan
masyarakat yang berbeda – beda, terutama bagi lingkungan masyarakat negara – negara baru berkembang. Kedua,
administrasi pembangunan mempunyai peran aktif dan berkepentingan terhadap
tujuan – tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijaksanaannya maupun dalam
pelaksanaannya yang efektif. Bahkan, administrasi ikut serta mempengaruhi tujuan
– tujuan pembangunan masyarakat dan menunjang pencapaian tujuan – tujuan
sosial, ekonomi, dan lain – lain yang dirumuskan kebijaksanaannya dalam proses
politik. Ketiga, administrasi pembangunan berorientasi kepada usaha –
usaha yang mendorong perubahan ke arah keadaan yang dianggap lebih baik untuk
suatu masyarakat di masa depan atau berorientasi masa depan. Keempat, administrasi
pembangunan lebih berorientasi kepada pelaksanaan tugas – tugas pembangunan
dari pemerintah. Administrasi pembangunan
lebih bersikap sebagai ”development agent”, yakni kemampuan untuk merumuskan kebijaksanaan –
kebijaksanaan pembangunan dan pelaksanaan yang efektif, serta sebagai kemampuan
dan pengendalian instrumen – instrumen bagi pencapaian tujuan – tujuan
pembangunan. Kelima, administrasi pembangunan harus mengaitkan diri
dengan substansi perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan tujuan – tujuan
pembangunan di berbagai bidang yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan lain – lain. Keenam,
dalam administrasi pembangunan, administrator dalam aparatur pemerintah juga
bisa menjadi pergerak perubahan. Ketujuh, administrasi pembangunan lebih
berpendekatan lingkungan, berorientasi pada kegiatan, dan bersifat pemecahan
masalah. Ketiga unsur ini disebut mission driven.
2.3.2
Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, ada
beberapa gambaran mengenai ruang lingkup administrasi pembangunan. Pertama,
administrasi pembangunan mempunyai dua fungsi, yaitu the development of administration dan the
administration of development. The development of administration menyangkut usaha
penyempurnaan organisasi, pembinaan lembaga yang diperlukan, kepegawaian, tata
kerja, dan pengurusan sarana – sarana administrasi lainnya, sedangkan the
administration of development menyangkut masalah perumusan kebijaksanaan –
kebijaksanaan dan program – program pembangunan di berbagai bidang serta
pelaksanaannya secara efektif. Kedua,
administrasi untuk pembangunan dapat dibagi menjadi dua subfungsi. Pertama,
perumusan kebijaksanaan pembangunan. Formulasi kebijaksanaan negara atau
pemerintah tidak hanya dilakukan dalam proses administrasi, tetapi juga dalam
tingkat tertentu dalam proses politik. Kebijaksanaan dan program dirumuskan
dalam suatu rencana pembangunan. Mekanisme dan tata kerja dalam proses analisa,
perumusan dan pengambilan keputusan mengenai kebijaksanaan dan program
pembangunan tersebut dapat diupayakan untuk disempurnakan. Kedua, pelaksanaan
dari kebijaksanaan dan program tersebut dahulu secara efektif. Untuk
melakukannya, administrator memerlukan penyusunan instrumen – instrumen yang
baik. Ada dua kegiatan yang mendapat perhatian. Pertama, masalah kepemimpinan,
koordinasi, pengawasan, dan fungsi administrator sebagai unsur pembangunan.
Kedua, pengendalian atau pengurusan yang baik dari administrasi fungsionil,
seperti perlembagaan dalam arti sempit, kepegawaian, pembiayaan pambangunan,
dan lain – lain sebagai sarana pencapaian tujuan kebijaksanaan dan program
pembangunan.
2.3.3
Fungsi dan Peran Pemerintah dalam
Pembangunan
Menurut Awaloedin[19],
ada beberapa cara pelaksanaan peranan pemerintah, antara lain:
1.
Fungsi pengaturan, dibagi lagi menjadi
beberapa fungsi, yaitu penentuan kebijaksanaan, pemberian pengarahan dan
bimbingan, pengaturan melalui perizinan, dan pengawasan. Fungsi pengaturan ini
akan menghasilkan output berupa berbagai peraturan.
2.
Kepemilikan sendiri dari usaha – usaha
ekonomi atau sosial yang penyelenggaraannya dapat dilakukan sendiri atau oleh
swasta.
3.
Penyelenggaraan sendiri dari berbagai
kegiatan – kegiatan ekonomi atau sosial.
Fungsi
pokok pemerintah dapat dibagi menjadi dua tugas, yakni tugas pemerintahan rutin
atau umum dan tugas pemerintahan pembangunan. Tugas pemerintahan umum dapat
dilakukan dalam rangka pemerintahan umum, pemeliharaan ketertiban, keamanan,
dan pelaksanaan hukum. Tugas ini seringkali diperluas dengan tugas – tugas pelayanan umum yang dilakukan,
baik melalui penyelenggaraan sendiri maupun melalui pelaksanaan fungsi
pengaturan. Di samping itu, tugas pembangunan dilakukan dalam rangka
penyesuaian kepentingan sosial dan ekonomi tradisional dengan kebutuhan
pembangunan. Tugas pembangunan termasuk di dalamnya tugas memajukan
kesejahteraan umum yang terdiri dari
tugas mengemban mobilisasi daya dan dana untuk pembangunan dan
pengalokasian sumber – sumber daya yang rasional dan tepat.
2.4
Teori Pengawasan
Menurut
Stoner dan Wankel “Pengawasan berarti para manajer berusaha untuk meyakinkan
bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu
bagian dalam organisasi menuju arah yang salah, para manajer berusaha untuk
mencari sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali ke jalur tujuan yang benar “.[20]
Sementara itu
menurut McFarland (dalam Handayaningrat, 1994:143). “Control is the process by which an
executive gets the performance of his subordinates to correspondas closely as
possible to chosen plans, orders, objectives, or policies “. [21](Pengawasan ialah suatu
proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan
yang telah ditentukan ).
Selanjutnya Smith menyatakan bahwa:“Controlling“
sering diterjemahkan pula dengan pengendalian, termasuk di dalamnya pengertian
rencana-rencana dan norma-norma yang mendasarkan pada maksud dan tujuan
manajerial, dimana norma-norma ini dapat berupa kuota, target maupun pedoman
pengukuran hasil kerja nyata terhadap yang ditetapkan. [22]
Pengawasan merupakan
kegiatankegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam kerangka
norma-norma yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan
memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat diterima, dipercaya atau
mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control limit) merupakan
tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem dapat menerima sebagai batas
toleransi dan tetap memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Dalam manajemen, pengawasan (controlling)
merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating)
di lapangan sesuai dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam
mencapai tujuan (goal) dari organisasi. Dengandemikian yang menjadi
obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat
dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan,pelanggaran dan
korupsi.
Menurut Winardi "Pengawasan adalah semua aktivitas yang
dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual
sesuai dengan hasil yang direncanakan".[23] Sedangkan
menurut Basu Swasta "Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa
kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan".[24]
Menurut Sondang P.Siagian, Pengawasan adalah Proses
pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua
pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan. Menurut Suyamto, Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas
atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak .
Lebih lanjut menurut Komaruddin mengatakan, "Pengawasan
adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan
awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang
berarti". [25]
Lebih lanjut menurut Kadarman”Pengawasan adalah suatu upaya
yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk
merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual
dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi
suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan telah digunakan
seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan.”[26]
2.4.1
Konteks-konteks dalam Pengawasan
Pengawasan dalam Konteks Manajemen
(Schermerhorn, 2001)
— Proses pengukuran kinerja dan
pengambilan tindakan untuk menjamin hasil yang diinginkan
— Merupakan
peran penting dan positif dalam proses manajemen
—
Menjamin
segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya dan sesuai waktunya
Pengawasan dalam Konteks Politik (Little
dan Ogle, 2006)
— fungsi parlemen dalam menjamin bahwa
undang-undang yang telah dikeluarkan oleh parlemen dapat diimplementasikan dan
diadministrasikan secara efektif oleh pihak eksekutif, yaitu dilakukan secara
sesuai dan dengan cara yang diatur dalam undang-undang tersebut
— fungsi yang dilakukan parlemen dalam
menjamin bahwa anggaran yang telah disetujui, telah dibelanjakan oleh pihak
eksekutif sesuai dengan hal yang telah disepakati dan mampu mencapai sasaran
yang diinginkan/ditetapkan
— pengawasan merupakan tanggungjawab
yang sangat penting dari parlemen dan harus dilakukan secara agresif, karena
hanya melalui pengawasan inilah parlemen dapat menjamin adanya check and
balances yang memadai terhadap pihak eksekutif
—
cenderung
kurang diapresiasi dan kinerjanya paling buruk
2.4.2 Jenis-jenis Pengawasan
Menurut
Schermerhorn (2001), jenis-jenis pengawasan terbagi menjadi:
- Pengawasan Feedforward (umpan di depan)
— Dilakukan sebelum aktivitas dimulai
— Dalam rangka menjamin: kejelasan
sasaran; tersedianya arahan yang memadai;ketersediaan sumberdaya yang
dibutuhkan
— Memfokuskan pada kualitas sumberdaya
3. Pengawasan Concurrent (bersamaan)
—
Memfokuskan kepada apa yang terjadi
selama proses berjalan
—
Memonitor aktivitas yang sedang
berjalan untuk menjamin segala sesuatu dilaksanakan sesuai rencana
—
Dapat mengurangi hasil yang tidak
diinginkan
- Pengawasan Feedback (umpan balik)
— Terjadi setelah aktivitas selesai
dilaksanakan
— Memfokuskan kepada kualitas dari
hasil
— Menyediakan informasi yang berguna
untuk meningkatkan kinerja di masa depan
- Pengawasan Internal & Eksternal
— Pengawasan Internal: memberikan
kesempatan untuk memperbaiki sendiri
—
Pengawasan
Eksternal: terjadi melalui supervisi dan penggunaan sistem administrasi formal
Sementara
itu, dalam birokrasi dan lembaga,
pengawasan terbagi atas (Nugraha, et all, 2005):
1.
Pengawasan Internal dan Eksternal
Pengawasan internal adalah
pengawasan dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit
organisasi yang bersangkutan seperti pengawasan atasan langsung atau pengawasan
melekat.contoh:Itjen, Bawasda, BPKP
Pengawasan Eksternal adalah
pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di luar unit
organisasi yang bersangkutan.contoh:BPK, KPK, dan ORI.
2.
Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif adalah
pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu
dilaksanakan sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan. Pengawasan ini
lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung.
Pengawasan represif adalah
pengawasan yang dilakukan terhadap kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.
laporan pelaksanaan anggaran di akhir tahun.
3.
Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan Aktif (dekat) adalah pengawasan yang dilaksanakan di tempat
kegiatan yang bersangkutan dan pengawasan ini bersifat melekat.
Pengawasan Pasif (jauh) adalah
pengawasan dengan melakukan penerimaan dan pengujian terhadap laporan
pertanggungjawaban. Pengawasan kebenaran formil menurut Hak (Rechtimatigheid)
dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).
4.
Pengawasan Formal dan Informal
Pengawasan formal dilakukan oleh instansi/pejabat yang
berwenang, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Di lain pihak,
pengawasan informal dilakukan oleh
masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung atau sebagai social control.
2.4.3
Tujuan Pengawasan
Tujuan
utama pengawasan adalah ikut berusaha memperlancar roda pembangunan serta
mengamankan hasil – hasil pembangunan. Pengawasan diperlukan bukan karena
kurang kepercayaan dan bukan pula ditujukan mencari – cari kesalahan atau
mencari siapa yang salah, tetapi untuk memahami apa yang salah demi perbaikan
di masa datang.
Selain tujuan utama di atas,
pengawasan juga memiliki peran-peran strategis, yakni diantaranya adalah :
—
Memastikan bahwa segala sesuatunya
berjalan sesuai dengan mandat, visi, misi, tujuan serta target-target
organisasi.
—
Mengetahui tingkat akuntabilitas
kinerja tiap instansi yang akan dijadikan para meter penilaian keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan dalam Renstra instansi
—
Dua tujuan utama yaitu akuntabilitas
dan proses belajar
—
Dari sisi akuntabilitas, sistem
pengawasan akan memastikan bahwa dana pembangunan digunakan sesuai dengan etika
dan aturan hukum dalam rangka memenuhi rasa keadilan
—
Dari sisi proses belajar, sistem
pengawasan akan memberikan informasi tentang dampak dari program atau
intervensi yang dilakukan, sehingga pengambil keputusan dapat belajar tentang
bagaimana menciptakan program yang lebih efektif
BAB 3
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Partisipasi
masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembangunan karena
dapat mengutangi penyelewengan dana, salain itu dapat mempererat hubungan
social masyarakat dengan pemerintah sehingga tidak menimbulkan konflik. Oleh
karena itu pembangunan dapat berjalan secara efektiv dan efisien.
3.2 Saran
Menurut penulis,
pemerintah harus lebih melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan dan lebih
terbuka kepada mayarakat sehingga tidak terjadi penyimpangan dan konflik social
dalam suatu pembangunan.
Daftar Pustaka
Davis,
Keith., dan John W. Newstrom. 1995.
Perilaku Dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Terjemahan. Jakarta : Erlangga.
Dr. Awaloedin
Djamin, “Masalah Organisasi dalam Administrasi Pembangunan”, Prisma No.
4, Agustus 1974, hal. 14.
Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen
Petra. ”Jurnal Manajemen & Kewirausahaan”
http://puslit.petra.ac.id/journals/management/. Vol. 2, No. 1, Maret 2000.
Phillips, H.S.
“Development Administration and The Alliance of Progress”, International
Review of the Administrative Science, Vol. XXIX, 1968.
Sastropoetro,
Santoso. 1986. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung:
Penerbit Alumni.
Siagian, Sondang. “Konsepsi dan Masalah – Masalah Administrasi Pembangunan.”, Administrasi
Negara, Tahun X, No. 1, Mei 1970.
---------------------- 2007. Administrasi Pembangunan Konsep, Dimensi, dan Strateginya. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.
Terjemahan. (Jakarta : Erlangga, 1995) hal. 180.
[9]
Sirajudin, dkk. Hak Rakyat Mengontrol
Negara. (Jakarta: Yappika, 2006) hal 12-13
[10] Ibid, hal 13
[11] Ibid. hal 14-16
[12] Ibid. hal 20
[13] Sondang P. Siagian. Administrasi Pembangunan
Konsep, Dimensi, dan Strateginya. (Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara, 2007.
[14] H.S. Phillips,
“Development Administration and The Alliance
of Progress”, International Review of the Administrative Science, Vol.
XXIX, 1968.
[15] Paul Meadows,
“Motivation for Change and Development Administration”, dalam ibid.,
hal. 86.
[16] Irving Swerdlow (ed.), Development
Administration, Concepts and Problems, (New York: Syracuse University
Press, 1963).
[17] Saul M. Katz, op. Cit.
[18] Beberapa diambil dari Dr.
S.P.Siagian, “Konsepsi dan Masalah – Masalah Administrasi Pembangunan.”, Administrasi
Negara, Tahun X, No. 1, Mei 1970.
[19] Dr. Awaloedin Djamin, “Masalah Organisasi dalam
Administrasi Pembangunan”, Prisma No. 4, Agustus 1974, hal. 14.
[20] (dalam
Subardi,1992:6)
[21] Jurnal
Manajemen & Kewirausahaan Vol. 2, No. 1, Maret 2000: 43 – 56 Jurusan
Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/management/
46
[22] (dalam Soewartojo,
1995:131-132)
[23] Winardi (2000,
hal. 585)
[24] Basu Swasta (1996,
hal. 216)
[25] Komaruddin (1994,
hal. 104)
[26] Kadarman (2001,
hal. 159)
No comments:
Post a Comment